728x90 AdSpace

Latest News
24 October 2012

Mari Menggugat Identitas Diri Kita Sendiri Kawan

IDENTITAS dilihat dari aspek waktu bukanlah suatu wujud yang sudah ada sejak semula dan tetap bertahan dalam suatu esensi yang abadi. Sedangkan dilihat dari aspek ruang ia juga bukan hanya satu atau tunggal, tetapi terdiri dari berbagai lapisan identitas. Lapis-lapis identitas itu tergantung pada peran-peran yang dijalankan, keadaan objektif yang dihadapi, serta ditentukan pula dari cara menyikapi keadaan dan peran tersebut.


Dengan demikian, di satu sisi identitas akan terbentuk berdasarkan kemauan kita sendiri, sedangkan di sisi lain identitas akan sangat tergantung dari kekuatan-kekuatan objektif yang terjadi di sekitar kita yang mengharuskan kita untuk meresponsnya. Dan, respons tersebut secara tidak langsung juga memberi bentuk lain terhadap apa yang kita anggap sebagai diri kita saat ini.

Identitas bukanlah suatu yang selesai dan final, tetapi merupakan suatu kondisi yang selalu disesuaikan kembali, sifat yang selalu diperbaharui, dan keadaan yang dinegosiasi terus-menerus, sehingga wujudnya akan selalu tergantung dari proses yang membentuknya. Perjalanan sejarah bangsa ini, ketika memasuki era reformasi justru dipenuhi khaos, tambal sulam, bahkan tanpa persiapan yang mamadai untuk menciptakan suatu strategi kebudayaan. Maka ketika arus informasi dibuka dengan lebar, sejalan itu pula televisi telah membentuk kebudayaan massa yang serba cepat.

Kepentingan
Mempertanyakan identitas kita, pada dasarnya juga harus dilihat dari tingkat kepentingan serta kapasitas setiap warga negara mengintegrasikan diri dalam suatu komunitas. Artinya, setiap individu dalam suatu komunitas bisa berperan dalam sejumlah identitas berdasarkan tujuan dan kepentingan masing-masing. Konsep identitas telah bergeser menjadi representasi identitas yang tidak lagi merujuk pada suatu ciri suatu kelompok masyarakat. Identitas lebih sebagai wahana terjadinya kontestasi, karena identitas adalah sesuatu yang lentur, dinamis, dan beragam.

Identitas lebih berupa suatu proses negosiasi atas dasar berbagai tujuan dan kepentingan. Identitas akan lebih ditentukan oleh politik kebudayaan. Isu yang berkembang terhadap konsep kebudayaan pun akan mengalami perubahan, seiring dengan perubahan masyarakat dari bersifat plural ke arah multikultural. Maka, muncullah perbedaan antara konsep kebudayaan masyarakat plural dengan masyarakat multikultural dalam hubungannya dengan identitas.

Konsep kebudayaan masyarakat plural lebih menekankan adanya sejumlah identitas yang satu dengan lainnya saling berbeda. Sedangkan masyarakat multikultural menganggap bahwa sejumlah perbedaan yang ada dalam satu masyarakat plural dan hiterogen tersebut merupakan bagian dari identitasnya. Dengan kata lain, konsep multikultural mengakui adanya perbedaan-perbedaan dalam identitas yang juga berbeda (intra cultural defferentiations).

Dominasi
Kita menyadari bahwa ciri pluralistik telah menandai kebudayaan Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan suku bangsa bersama-sama dengan pedoman berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu beriringan, saling melengkapi dan saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan (fleksibel) dalam percaturan hidup sehari-hari. Dalam konteks itu pula maka ratusan suku-suku bangsa yang terdapat di Indonesia itu perlu dilihat sebagai aset negara berkat pemahaman akan lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai kekuatan bangsa.

Akan tetapi, pengalaman Orde Baru, kehidupan kebudayaan yang lebih mengedepankan konsep ke”eka”an, dibanding “kebhinekaan” justru telah melahirkan primodialisme, eklusivitas, bahkan dominasi etnik tertentu. Konsep ke “eka” sebagai ekspresi kebudayaan nasional justru terasakan lebih memberhalakan kebudayaan Jawa dan mengerdilkan kebudayaan lokal.

Ketika keperkasaan Orde Baru tumbang, muncullah semangat multikulutral – yang konon lebih memberi pengakuan dan perlindungan terhadap keberagaman kebudayaan. Akan tetapi semangat multikultural yang membabi-buta kadang justru mengarah pada primodialisme, eklusivitas, dan bahkan membawa pada dominasi kelompok etnik yang cenderung menguasai aset ekonomi. Dengan dominasi tersebut justru memberi kontribusi memudarnya identitas yang selama ini dijadikan karakteristik sejumlah suku bangsa negeri Nusantara ini. Atau dengan kata lain, fragmentasi global yang kekuataannya tak terelakkan tersebut di satu sisi justru memberi kontribusi memudarnya identitas yang selama ini dijadikan karakteristik sejumlah suku bangsa negeri Nusantara ini. Kendati demikian harus diakui bahwa globalisasi bisa memberi dampak positif. Misalnya, masuknya budaya asing yang memperkaya kebudayaan Indonesia, perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir rasional, sistematis, dan analitis. Selain itu, globalisasi justru akan menambah berkembangnya ilmu pengetahuan dan cara berpikir kritis.

Tantangan bagi bangsa Indonesia akibat globalisasi memang mengancam eksistensi jati diri bangsa Indonesia. Sebut saja terjadinya guncangan budaya (cultural shock). Untuk itulah, sebuah strategi kebudayaan nasional membutuhkan suatu diskusi panjang yang diharapkan mampu memberi kontribusi berharga bagi pudarnya identitas yang terpecah terhadap negara dan bangsa.

Lalu, bagaimana menyikapi kita menyikapi arus globalisasi seperti sekarang ini, mari kita diskusikan. Dari sinilah kita mulai.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

1 komentar:

Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Redaksi. Kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan akan dibuang ke laut.

Item Reviewed: Mari Menggugat Identitas Diri Kita Sendiri Kawan Rating: 5 Reviewed By: Unknown